Jumat, 31 Oktober 2008

Kasih Ibu

" Kasih Ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa hanya memberi tak harap
kembali bagai sang surya menyinari dunia..".

Sebuah lagu simpel yang
menggambarkan betapa besarnya kasih ibu kepada kita... ada beberapa hal yang
patut anda renungkan... . sebagai berikut :

pada saat umur ku satu tahun dia yang mengasih ku makan, dia yang memandikan
ku, ku balas dengan menangis sepanjang malam

pada saat umur ku 2 tahun dia yang melatih ku untuk berjalan ku balas dengan
melarikan diri pada saat dia butuh dengan ku,

pada saat umur ku 3 tahun dia selalu bikin makanan yang sangat enak untuk ku
ku balas dengan membuang piring ke lantai,

pada saat umur ku 4 tahun dia kasi ku kertas dan pencil agar ku mulai
belajar ku balas dengan curat-curit dinding,

pada saat umur ku 6 tahun dia yang antar ku ke sekolah ku balas dengan
teriak " nggak mau bergi ke sekolah,

pada saat umur ku 12 tahun dia selalu nasehati ku , berpenampilan yang baik
ku balas dengan kata "ini kan gaul"

pada saat umur ku 15 tahun dia selalu menanti ku pulang dengan penuh kasih
sayang ku balas dengan tutup pintu kamar ku,

pada saat umur ku 17 tahun dia selalu kasih ku uang piknik untuk ke laur
kota ku balas dengan tidak pernah telpon ke padanya,

pada saat umur ku 19 tahun dia selalu serius perhatikan masa depan ku tapi
balasan ku tidak ada perhatian apa pun terhadapnya,

pada saat umur ku 24 tahun dia tanya calon istri ku tentang persiapan nikah
ku marah dengan mengatakan " ibu jagan turut campur urusan kami"

pada saat umur ku 25 tahun dia yang siapkan segala biaya pernikahan kami
dengan susah payah
ku balas dengan tinggal di tempat jahu darinya,

pada saat umur ku 30 tahun dia selalu telpon memberi nasehat tentang
pendidikan anak-anak,
tapi ku berterimakasih dengan mengatakan "ini zaman udah berubah bu!"

pada saat umur ku 35 tahun dia mengasih tahu bahwa dia dalam keadaan sakit
hanya ku berjawab "ya nanti!! aku ini lagi sibuk".

pada suatu hari, ibu ku meninggal,senantiasa kasih sayangnya masih ada dalam
hatinya.
segala usahanya yang penuh kasih sayang pada ku, tidak bikin hati ku
bergerak atau perhatian denganya.

ini adalah penyesalan dari seseorang yang ibunya telah pergi.

"wahai teman ku jangan lah antum seperti ku, jika orang tua anda masih ada
selalu lah dekati mereka dan jagan lupa segala kasih sayangnya, berbakti lah
pada mereka dengan sunguh-sunguh, agar mereka bahagia serta mendapatkan
ridanya, anda tidak bakal sukses dalam segala urusan maupun bahagia, jika anda
menyakiti hati dua orang tua anda. Wahai teman ku…aku sangat ingin ibu ku
hidup kembali
walau pun sekejap, agar aku bisa cium kakinya minta maaf".

ini adalah komentar sahabatnya :

"ku kejamkan mataku prihatin terhadap sahabatku, Bingung seorang ibu itu
adalah karunia yang luar biasa, tapi sayang sekali tidak ada yang menghargai
sebuah karunia ini,kecuali seorang
ibu itu sudah tidak ada. ini adalah kesempatan meraih pahala
sebanyak-banyaknya,
selama dua orang tua kita masih hidup, kapan lagiii, pada hal Allah SWT
sudah meingatkan hamba-hambanya, (surat alisraa ayat 23) untuk berbakti
kepada dua orang tua, sehingga bakti kepada
dua orang tua adalah faredah (wajib) setelah ibadah

"Wahai ya rabbi, kasihilah mereka, kedua Orang Tuaku, sebagaimana mereka
berdua telah mengasihi aku sejak kecil"

Artikel ini diambil dari sebuah forum dudung.net dan dimodifikasi sedikit.

Waspada Jakarta

BERITAJAKARTA.COM - 11-10-2008

Setiap tahun warga Jakarta selalu dicemaskan datangnya banjir musiman. Ini tidak mustahil, sebab kota Jakarta hampir 40 persennya merupakan daerah cekungan. Tak hanya itu, beberapa sungai dan kali juga telah mengalami pendangkalan. Karena itu, perlu penanganan secara menyeluruh. Upaya ini tidak mudah, sebab Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mungkin menangani senidiri, melainkan harus berkoordinasi dengan daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur.

Karena itu penanganan banjir di DKI Jakarta membutuhkan waktu yang sangat panjang. Diperkirakan penyelesaian banjir bisa memakan waktu selama 25 tahun ke depan. Upaya ini harus dilakukan secara berkesinambungan dan perencanaan yang matang. Tentu, semua ini harus didukung juga dengan pendanaan yang memadai. Penanganan banjir di DKI Jakarta sendiri sejatinya telah diupayakan sejak tahun 1970-an dan sampai saat ini masih berlangsung. Beberapa upaya yang dilakukan diantaranya, merencanakan pembangunan situ di daerah hulu, menyelesaikan pembangunan banjir kanal timur (BKT), dan membangun sistem folder.

Indratmo Soekarno, Ketua Kelompok Keahlian Sumberdaya Air Institut Teknologi Bandung (KKSDA-ITB), Sabtu (11/10), menjelaskan, banjir merupakan fenomena alam karena tingginya curah hujan dan tidak cukupnya kapasitas badan air (sungai ataupun saluran drainase) untuk menampung dan mengalirkan air.

Faktor-faktor penyebab banjir di ibukota ini adalah kondisi daerah aliran sungai (DAS) yang memburuk, terjadinya sedimentasi tebal pada badan-badan air serta kondisi waduk, danau, dan situ sebagai penahan air semakin tidak berfungsi. Faktor penyebab lainnya yaitu urbanisasi yang tinggi, sehingga mengurangi daerah resapan. Belum lagi, 40 persen daerah Jakarta berada di bawah permukaan air laut atau cekungan. Jadi, anggapan banjir dapat diatasi dalam waktu yang singkat merupakan pandangan yang salah. Tanpa ada penanganan menyeluruh, banjir tetap merupakan fenomena periodesasi yang akan terus berulang.

Karena itu, Indratmo menyatakan banjir tahunan di DKI Jakarta tidak dapat dikendalikan dalam satu atau dua tahun. Namun bukan berarti tidak dapat diselesaikan, tindakan yang bisa dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam jangka pendek antara lain mengurangi volume banjir di kawasan-kawasan rawan banjir. "Bohong kalau orang bisa menghilangkan banjir di Jakarta dalam satu tahun, itu berat sekali. Sebab, penyebab banjir di Jakarta ada dua komponen yakni curah air dari hulu dan banjir lokal yang disebabkan indikasi drainase kota yang jelek," paparnya panjang lebar.

Sedangkan penanganan secara menyeluruh, Indratmo, mengatakan, banjir tahunan di Jakarta bisa dikelola melalui penanganan pengelolaan banjir secara terpadu (PBST), baik secara teknis dari hulu ke hilir hingga melibatkan peran serta masyarakat. Jadi tidak bisa secara parsial atau sepotong-sepotong. Secara teknis, penanganan di hulu bisa dimulai dengan melakukan reboisasi atau penghijauan dan membangun waduk/situ. Sedangkan, di hilir dengan membangun sistem folder dan melakukan normalisasi sungai dan saluran drainase. "Sungai itu harus dipelihara dan pemeliharaannya membutuhkan dana yang tidak kecil. Itu pun harus ada yang dikoordinasikan dengan pemerintah pusat," tambah dia.
"Bohong kalau orang bisa menghilangkan banjir di Jakarta dalam satu tahun, itu berat sekali. Sebab, penyebab banjir di Jakarta ada dua komponen yakni curah air dari hulu dan banjir lokal yang disebabkan indikasi drainase kota yang jelek"
- Indratmo Soekarno, Ketua Kelompok Keahlian Sumberdaya Air ITB
Secara periodesasi, normalnya sungai hanya mampu menampung debit air selama dua tahun. Jika dalam dua tahun itu tidak ada pengerukan maka sungai akan mengalami pendangkalan. Karena itu, perlu pengerukan secara berkala, minimal dua tahunan. "Di Jakarta, sampah dan sedimentasi lumpur mengakibatkan debit air di sungai semakin kecil, sehinggga ketika terjadi hujan sedikit saja akan meluap," katanya kepada beritajakarta. com.

Karena itu, Indratmo sangat menyayangkan, sikap sebagian warga Jakarta yang tidak setuju terhadap program pengerukan sungai dan kali, apalagi pembagunan waduk dan situ (ditambah dengan mental buruk warga Jabodetabek sendiri yang menganggap sungai dan kali sebagai bak sampah mereka). Secara logika, ini sangat naif. Sebab, Indonesia merupakan negara yang curah hujannya sangat tinggi. Dan untuk kota Jakarta sendiri, ini penting. Sebab, letak kota Jakarta berada di dataran rendah, sedangkan daerah penyangga merupakan daerah dataran tinggi. Jika tidak dikendalikan, air hujan akan langsung mengalir ke hilir tanpa ada halangan.

Di samping itu, Pemprov DKI juga harus membangun folder tertutup yang harus dilengkapi pompa air di sekitar titik-titik rawan banjir. Sehingga ketika terjadi luapan debit air, pompa-pompa dapat bekerja memompa air keluar. Kemudian perlu memberikan mitigasi bencana yaitu melakukan tindakan early warning system kepada masyarakat. Karena bencana banjir beda dengan gempa. Banjir bisa terdeteksi 5-6 menit sebelumnya. "Saya melihatnya, Pemprov DKI serius menangani banjir. Namun, barangkali anggaran yang ada tidak mencukupi untuk mengatasi masalah secara cepat," ujar dia.

Pengendalian banjir, menurut Indratmo, tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada Pemprov DKI Jakarta. Tetapi, perlu ada pemberdayaan masyarakat. Misalnya, membuat sumur resapan dan membuat lubang biopori agar air hujan bisa langsung meresap ke dalam tanah. Dengan tindakan tersebut, berarti memungkinan setiap rumah membentuk zero out flow. Artinya selama hujan air ditampung di daerah sendiri.

Hal lain yang bisa dilakukan mengimbau masyarakat agar tidak membuang sampah di sungai, kali, dan saluran drainase di pemukiman serta tidak menggunakan air tanah seenaknya. "Masyarakat punya kewajiban memelihara sungai sebagai drainase alam, jangan membuang sampah di sungai atau kali. Karena itu akan menyebabkan pendangkalan," tegas dia.

Rabu, 15 Oktober 2008

Payung Pelangi dan Gotor di Jalan

Ada yang menarik pengamatanku. Tiap tengah hari si Akang lewat depan 'markas besar' ku di jalan sempu lima lima. Ada buah warna merah, kuning, kuning muda (wah, .... siang-siang pokoknya segar).
Baberapa teman sudah wanti-wanti. Kalo payung pelangi lewat, hentikan....
Betul juga siang itu payung pelangi lewat, kami merubungnya untuk melepaskan rasa haus dengan buah-buah yabg di potong kecil-kecil, rujak buah.
Bang Didin namanya yang bergulat dengan gerobaknya sudah delapan belas tahun. Profesi yang sudah cukup lama di geluti.
Jika Anda kebetulan ada disekitar Sempur (lapangan, SMP N 11) dan sekitarnya, cicipi rujaknyaya. Bersih, rapi, dan murah senyum.
Sosok pria tangguh & petarung sejati untuk keluarga...berwarna indah seperti pelangi. Melengkapi indahnya dunia.


Ada lagi, tiap sore jam limabelas sudah berputar mengelilingi sempur dengan menu, 'somay'. Bang Freddy, motornya mengantar ke sekitar sempur dan taman kencana.
Jika tiba-tiba lapar atau sekedar mengganjal demonstrasi perut, sms saja dia. Beberapa saat kemudian suingggggg....., tiba.

Minggu, 12 Oktober 2008

Gigihnya UMKM di Malang

Salah satu 'pasukan' pemasaran produk UMKM jemput bola dengan mobil, menawarkan puluhan jenis oleh-oleh khas malang di Wisma PSBB, Jl. Bogor Malang

Kita bisa membeli oleh-oleh ini,
sempurna dengan box kardus yang sudah mereka siapkan.

Keripik nanas yang di produksi salah satu Produsen oleh-oleh khas Malang.
Sydah di kemas dalam plastik isi 10 kg.
Masih ada peluang bagi Anda yang berniat memasarkan produk ini.

Saat kunjungan ke Rumah Produksi tempat Bapak Wicaksono.

Peralatan Vacum Frying untuk membuat keripik buah (apel, tales, nanas dan lainnya)

Malang, kota sejuk di Jawa Bagian Timur, memiliki segudang usahawan handal.
Oleh-olehnya terkenal sampai pelosok Negeri dan Manca.
Sebut saja Apel, tidak hanya buah segarnyayang bisa kita nikmati, namun juga keripik buah apelnya.
Seiring berkembangnya pengetahuan, teknologi dan semangat untuk maju, bergeraklah usahawan muda yang mencoba mengaplikasikan kemahiran akan ilmu yang di miliki dengan membuka usaha.
Itu kami temukan saat mengikuti pelatihan pemasaran bersama teman-teman se-jawa (dari Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur), yang di fasilitasi CEF-Javlec (Community Empowerment Facilities - Java Learning Centre) pada Maret 2008, di PSBB Jalan Bogor, Kota Malang.
Banyak hal yang bisa di petik dari sini, dari kiat membuat produk, kemasan, peraturan pemerintah, membentuk jaringan teman-teman di Jawa.

Kunjungan Ke Nusa Tenggara Timur

Di penginapan setelah makan malam bersama relawan dari Inggris dari kiri-kanan
Ibu Mike & Bp Mike (Inggris), Aku, Dr. Miranda (Philipina), Steven (Kenya) dan Catherine (kenya)

Melepas lelah di Kedai Kopi di Bajawa, Kiri-Kanan
Berni (Wisatawan Jerman), Shahrur Khan dari Bajawa (mirip banget ya?, Andrew.

Di Bajawa yang udaranya dingin seperti di Puncak, Bogor.
Bersama teman-teman pengurus Yayasan Mitra Tani Mandiri & Koperasi Wira Mandiri (KOPWIMAN), yang mengolah & mengelola kacang Mede kulitas Ekspor.
Setahun sampai 8 ton lebih kacang Jambu Mede yang di hasilkan

Pose di depan Sekretariat JPA (Jaringan Pemasaran Adil) Maumere
JPA konsen dengan Rehabilitasi Hutan, Sarana Air Bersih Swadaya dan pengolahan minyak kelapa (VCO)

Di Bandara Ende kami di jemput relawan VSO dari Inggris, Mr. Mike (Tshirt putih)
Kami mengunjungi PUSKOPDIT yang bergerak di Koperasi Simpan Pinjam di Jalan Melati.

Minggu pertama Desember 2007, Adalah Andrew Ndeithi, relawan VSO (Volunteer Service Overseas) yang berasal dari Kenya, Afrika.
Beliau di tugaskan oleh lembaganya yang berpusat di Inggris untuk bisa berbagi pengalaman dalam hal pemasaran produk hasil masyarakat dampingan lembaga nirlaba, RMI The Indonesian Institute for Forest and Environment, tempatku 'mengabdikan' diri.
Dalam perjalanannya di rasa perlu, beliau mengajukan studi banding ke Ende, Maumere dan Bajawa, kabupaten di Nusa Tenggara Timur .
Rasa 'nervous' melakukan perjalanan udara sempat hinggap di benakku. Bagaimana tidak, saat negeri ini di landa musibah kecelakaan udara yang menelan banyak korban, di tambah musim hujan yang sewaktu-waktu merubah kondisi di udara.
Beranjak dari Bogor jam 03.00 dini hari di antar oleh Pak Pandu dan Eko putranya. Sepanjang perjalan di tol Jagorawi suasana hujan.
Tiba di Bandara Soekarno Hatta pukul 04.30, kami harus check in.
Ternyata Pesawat yang kami tumpangi mengalami keterlambatan cukup lama. Kami harus menunggu hampir tiga jam, untuk melakukan penerbangan ini yang transit di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Mbali.
Jam 10.00 pesawat baru bisa terbang, sampai di Mbali sekitar enampuluh menit lewat, transit beberapa saat.
Perut kami lapar, karena memang hanya sarapan roti, ini tak biasa. Perut orang ndeso yang selalu sarapan sego. Aku pesan 'black coffee' & 'bakso'. Harganya? Uedann....
Kopi secangkir duapuluh ribu, bakso semangkok tigapuluh ribu. Apa boleh buat, dari pada perut demontrasi terus.
Merpati tujuan Ende akhirnya membawa kami. Nyaris tiada seat yang kosong.
Begitu tiba di Bandara Ende yang di apit oleh dua bukit, aku kaget karena ternyata Kota Ende tak kubayangkan seperti ini. Suasana bandara seperti di stasiun, orang 'nyaris' bisa mengakses dalam bandara dengan bebas.
Suasana kota dengan ekonomi yang hidup di tandai dengan berseliweran motor roda dua dan kendaraan kelas menengah yang cukup banyak. Rata-rata mobil sekelas Avanza, Xenia, Innova di jadikan mobil sewaan atau taxi dengan tarif 500 ribu per hari untuk satu kabupaten, jika Anda berkeliling sehari melintasi 3 kabupaten kalikan saja 3. Mobil di sini rata-rata berplat L (Surabaya).
Aktifitas perbangkan juga ramai, Bank BNI 46 sangat menonjol dengan suasana warga yang akan menyetorkan dananya unutk di tabung.
Ohhh...Ende, Dirimu sungguh elok, seperti gadis yang sedang tumbuh.

Sabtu, 11 Oktober 2008

Sekolah dan Bekerja

Sekolah yang terletak di bilangan Kelapa Gading Barat, Komplek Angkatan Laut Sunter Jakarta Utara adalah Sekolah milik Yayasan Angkatan laut, SMA BAHARIWAN 45 yang ku pilih setelah sebelumnya aku gagal beradaptasi dengan Sekolah Malam "YASPRI 2" di sisi timur terminal bis Pulogadung. Sekolah ini aku tinggalkan pas test semesteran pertama kelas satu. Aku kecewa, seharusnya teman-teman yang dewasa tidak selayaknya di kelas selalu bercanda, tetapi belajar sunggu-sungguh agar segalanya di sekolah ini tak sia-sia. Tapi apa lacur, aku tak sanggup menghadapi ini, karena aku ingin belajar sungguh-sungguh.

Di SMA Bahariwan aku aktif di Osis, sebagai ketua KIR (Kelompok Ilmiah Remaja). Teman-temanku yang ku ingat adalah Muhammad Nur, Fauzan Amin, Sandi Fabanyo, Nini Adelina Tanamal, Viska Widyastuti, Orphalina Bebena, siapa lagi ya? Buanyak banget....
Guru-guruku : Pak Bambang, Pak Agus ST, Pak Untung Kalimantoro (guru komputer), Pak Siahaan, dan banyalka lagi.........

Waktu itu aku masih bekerja jadi 'cleaning service' di Pt. Enseval, Jalan Jend. Soeprapto, Jakarta Pusat.
Suatu ketika aku menghadap Pak Harno, seorang Bosku. Aku utarakan niat untuk sekolah pagi, dengan alasan agar aku bisa konsen belajar sungguh-sungguh. Beliau memahami niatku yang ingin sekolah.
Beberapa hari kemudian aku sudah di mutasi ke pekerjaan malam, masih di profesi yang sama di satu Grup Pt. Enseval. Tempat kerja baruku RS. Mitra Keluarga, Jatinegara.
Resikonya aku harus sungguh-sungguh bisa mengatur waktu agar aku tak drop, hal ini sempat di khawatirkan oleh saudara-saudaraku sepupu. Aku yakinkan bahwa aku bisa.
Melihat kesungguhanku ini, Pak Redjo Ranumarto, famili satu desa di Purworejo, menawariku untuk tinggal bersama keluarganya. Pertimbangan beliau adalah agar aku bisa tenang belajar, Maklum di tempat tinggal Kakak sepupuku cukup ramai oleh anak-anak dan 'termasuk padat penghuni'.
Beliau memberi pesan agar aku tahu diri, karena aku adalah 'numpang hidup'. Aku faham yang beliau maksud. Di rumah ini ada Pak Redjo Ranumarto dan Ibu Aminah, yang memiliki putra sulung Mas Darmawan Supratisto (sudah lulus IPB Ilmu Tanah, tahun 1990), Putri ke dua Mbak Tuti Kurniati (kala itu masih kuliah di Kedokteran UNPAD, Bandung), putri sulung Mbak Tri Wahyuningsih (kala itu masih kuliah di Tekhnik Elektro, UI Jakarta). Mbak Wagiyem sepupuku, Mbak Nani (Keponakan Pak Redjo), dan 4 Anak kost (Indra dari Cirebon kuliah di Univ. Jayabaya, Chandra dari Surabaya kuliah di STIE IBI, Yance dari Manado kuliah di Jayabaya dan Voni dari Jambi kuliah di STIE IBI).
Runtinitas yang aku kerjakan tiap hari adalah, bangun pagi membantu cuci baju, sarapan (wajib), berangkat sekolah (jarak 1,5 km) dengan naik bis, pulang (makan & istirahat), berangkat kerja ke RS. Mitra Keluarga jam 14.00 dengan bis PPD P.38, Masuk jam jam 15.00. Pulang kerja sampai rumah antara pukul 22.30-23.00, belajar dan mengerjakan PR (jika ada), jam 24.00 istirahat. Ini kulalui Senin-Sabtu. Hari Sabtu libur kerja, siang les Komputer di sekolahan (WS, Lotus 123), Hari Minggu pagi bersih-bersih rumah bersama (kadang bersihkan tangki air tower), antar belanja Ibu ke pasar Cempaka Putih. Minggu siang Masuk kerja....
Ini semua aku lakukan karena aku sadar, aku anak orang tak mampu, yang ingin maju di kehidupan kelak, salah satu caranya dengan belajar di sekolah formal. Walau sejatinya belajar bisa dari siapapun, kapanpun, di manapun.

Kadang aku berfikir, betapa beruntung aku. Karena di luar sana banyak anak tak bisa sekolah karena tak ada biaya, tak ada akses untuk belajar & bekerja.
Pergaulan di sekolah dan tempat kerja serta bimbingan Bapak & Ibu Redjo, sangat membantu hingga kini.

Tak kan kulupa jasa-jasamu, Keluarga Pak Redjo, Keluarga Mas Djemah, Mas Ahmad (tetangga di Cempaka Putih Timur, orang Kutoarjo).
Mbak Wagiyem yang menyuratiku untuk merantau, Mas Sarman yang mengantarku, Mbah Katodisono (alm), Ibu & adik-adikku yang kuat hidup sepeninggak almarhum Bapak Jumar Kartosomo, Bapak Kartosomo, Bulek-Paklik, Pakdhe-Budheku, Mas Bonari & Keluarga, Mas Wondo, Mbah Harni, Pak Suharno dan teman-temanyang memberikan spirit di RS. Mitra Keluarga.
Masih banyak lagi yang bisa kusebut satu-satu.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan Anda semua........

Wisata ke Pantai Anyer 2005

Pantai Anyer gerimis, takut basah pakai payung

Mantan 'pacarku' dan Reza dalam bus saat dua tahun

Lapar makan pop mie ya teh....?
Kapan pantai Jatimalang rapi seperti ini?


Dio Ramadhan & Mas Ipul, kok nyengir sih....?

Nggak dingin yan dek..., mandi lagi yukkkk.....

Hiiiii, ninin.....

Akhir 2005 lalu, kami mendapat kesempatan berwisata bersama keluarga dari Gang Karet, Tanah sareal, Kota Bogor.
Menggunakan bis wisata Limas, cukup membayar limapuluh ribu per orang.
Waktu itu musim hujan, hingga kami tak bisa leluasa bermain di pantai yang landai dengan ombak yang tak besar.
Wisata murah, meriah....
Kapan keluarga Purworejo di Bogor bisa wisata bareng?

Jumat, 10 Oktober 2008

Pertanian di Mata Sukarno, Idolaku

Presiden Pertama RI
Ir. Soekarno

Pangan adalah persoalan Hidup dan Mati

"Aku bertanja kepadamu, sedangkan rakjat Indonesia akan mengalami tjelaka, bentjana, malapetaka dalam waktu yang dekat kalu soal makanan rakjat tidak segera dipetjahkan, sedangkan soal persediaan makanan rakjat ini bagi kita adalah soal hidup dan mati, kenapa dari kalangan-kalanganmu begitu ketjil minat untuk studie ilmu pertanian dan perchewanan?...........Tjamkan, sekali lagi tjamkan, kalau kita tidak "aanpakkan" soal makanan rakjat ini secara besar-besaran, setjara radikal dan revolusiner, kita akan mengalami malapetaka".........

Itu adalah sebagian kalimat yang di ucapkan oleh Presiden Sukarno, pada tahun 1952 di Bogor, saat peletakan batu pertama Fakultas Pertanian, Universitas Indonesia yang merupakancikal bakal Institut Pertanian Bogor (IPB).

Betapa pada saat itu Presiden Sukarno telah mengingatkan kita semua tentang hal yang sangat penting yaitu pertanian yang merupakan persoalan bangsa dan negara.
Isyarat itu di sampaikan Bung Karno 56 tahun lalu, dan kini apa yang terjadi?

Di sunting dari Majalah Agro Observer, edisi November-Desember 2006, halaman 4.

Pantai Jatimalang, Purwodadi - Purworejo

Si kecil bermain di tepi pantai Jatimalang, senang sekali mereka

Mas Ipul bermain pasir di tepi pantai

Kenangan yang kami akan kenang bersama di Pantai Jatimalang

Sempatkan juga kami berekreasi ke Pantai Jatimalang.
Berempat kami naik sepeda Motor. Dari Mendiro ke arah timur, sampai perempatan Purwodai belok kanan. Sepanjang jalan sawah sudah kering dengan tanah terbelah karena sudah empat bulan tak ada hujan. Tampak pohon semangka, melon, cabe, memes, kacang panjang di beberapa tempat yang kami lalui.
Kami baru 'ngeh', jika ada jalan alternatif (Jalan Daendels) yang menghubungkan Purworejo-Cilacap yang menyusuri pantai selatan. Cukup ramai, konon sejak di buka masyarakat sekitar jalan ini yang mengembala kerbau sering di tipu oleh penjahat dengan berpura-pura minta tolong dibelikan rokok, ternyata setelah penggembala pergi, kerbau meraka di angkut oleh penjahat itu. Waspadalah....
Sekitar tigapuluh menit kami tiba.
Sebelum masuk pantai kami di kenai tiket tigaribu rupiah. Cukup murah.
Begitu ke tepi pantai, ombak sedang besar, sehingga kami jaga jarak agar tidak terlalu berbahaya.
Kami sangat menikmati suasana pantai, terlebih di sini ada nelayan yang nampak perahu-perahu mereka tak melaut.
Sayang sarananya kuang terawat, sehingga terkesan kumuh. Selayaknya sudah Pemda Purworejo dan Masyarakat bahu membahu menyediakan dan merawat sarana yang lebih layak, agar potensi wisata pantai bisa mengatrol pendapatan Pemda dan Masyarakat.
Siang hari perut mulai minta jatah, kami coba mencicipi bawal goreng tiga ekor, nasi putih satu bakul kecil, dua kelapa muda di campur syrup cocopandan. Kami mengganti dengan uang limapuluh lima ribu rupiah. Itupun tak habis, satu setengah ekor kami bawa pulang.
Lelah, panas berbaur menandakan kami harus segera pulang.
Selamat tinggal Jatimalang.....

Perjalanan Purworejo - Bogor 2008

Istriku yang nampak lelah, jangan kapok ya..?

Dua prajuritku yang kelelahan tidur di kolong antara tempat duduk.
Ini perjuangan nak!

Para penumpang yang berdiri di kelas bisnis KA Sawunggalih Utama, tersirat harapan
kembali lagi di perantauan walau lelah

Mas Ipul tertidur di ruang tunggu Stasiun Jenar, Purworejo

Suasana Stasiun dari Jalur satu di malam hari,
tak banyak penumpang yang menunggu KA

Hari Minggu siang saat kami sedang ngobrol bersama keluarga di Mendiro, Ngombol, terbersit untuk mengontak adik Fitri (putri sulung Paklik Ireng. S Bono) yang tinggal di Surabaya. Kami dapat kabar bahwa keluarga yang di Surabaya akan mudik ke Purworejo.
Akhirnya rencana kembali ke Bogor hari Minggu, 5 Oktober 2008 pada sore kami batalkan. Baru pada Senin sorenya setelah kami bertemu keluarga dari Surabaya, kami berangkat ke Bogor.
Dengan di antar Dik Wawan (suami adik Widhi, sepupu) yang sekalian akan berangkat ke Cirebon untuk membantu tetangganya dari desa Wunut yang mengalami kecelakaan.
Berangkat dari Mendiro ba'da sholat Magh'rib menuju stasiun Jenar. Hanya sekitar duapuluh menit kami sampai.
Di stasiun ini tak banyak calon penumpang yang akan berangkat. Kami lega, dalam hatiku hambatan dalam perjalanan tak terlalu berarti. Ini menguatkan pendapat petugas loket di stasiun Jenar pada hari Sabtu, 4 Oktober 2008 lalu.
"Jum'at malam yang berangkat dari sini paling seratus orang" katanya.
Sesuai jadwal, kereta api kelas ekonomi Bengawan akan tiba di stasiun jenar pukul 20.17, ternyata baru sekitar pukul 23 lewat baru tiba. Penumpang KA ini membludak sampai di lokomotif. Untuk masuk ke pintu gerbong KA saja sudah tak bisa. Berkali-kali petugas memberikan himbauan melalui pengeras suara agar memberikan jalan bagi penumpang yang akan naik, namun mereka tak bergeming karena memang betul-betul sudah sangat padat. Dalam toilet, bordes, pintu, di atas sandaran kursi terlihat banyak penumpang.
Akhirnya kami menunggu KA berikutnya.
Jadwal KA Mantap lebaran pukul 21.14, sami mawon. Telat...
Sekitar pukul 00 baru tiba, kondisinya setali tiga uang dengan KA Bengawan.
Anakku yang kecil sampai berkata " Ayah, orang pada jahat ya, Dedek gak boleh ikut. Dedek gak bisa pulang dong!".
Ku jawab " Tidak sayang, kita tidak bisa masuk karena KA sudah penuh. Sabar ya, nanti kita juga bisa pulang".
Tiga dan empat rangkaian KA ekonomi berikutnya yang berhenti tujuan Jakarta sudah tak mungkin kami naiki.
Akhirnya kami berempat bermalam di Mushola stasiun Jenar atas kebaikan para petugas piket. Terima kasih. Mudah-mudahan kebaikan Anda di catat dan menjadi bekal nanti.
Esok pagi pukul 04.00 kami bangun untuk siap-siap berangkat ke stasiun Kutoarjo dengan KA Pramex pertama pukul 05.30 (kalo tak salah). Sampai Kutoarjo kami kaget ternyata penumpang sudah membludak. Antrian KA Sawunggalih Utama tujuan stasiun Pasar Senen sudah mengular.
Calo-calo menawarkan harga tiket tempat duduk 200 ribu, padahal harga resmi 120 ribu. Wah...., uedan tenan....
Hampir satu jam antri akhirnya tiket non-seat kami dapatkan di loket dengan harga 120 ribu untuk satu orang. Paling tidak tak sepenuh KA Ekonomi, walau konsekwensinya harga tiketnya empat kali lipat. Kami dengan mudah masuk ke gerbong. Kamalia istriku mencari tempat untuk sekedar bisa merebahkan dua prajurit kecil kami, akhirnya dapat. Jam 07 lewat sedikit KA Sawunggalih berangkat. Di Stasiun Kebumen, Gombong, Kroya, Purwokerto, KA Sawunggalih Bisnis sudah seperti KA Ekonomi. Penuh sesak penumpang bercampur pedagang.
Sekitar pukul 15.00 KA Sawunggalih merapat di stasiun Pasar Senen. Alhamdulillah kami sampai selamat.
Perjalanan masih panjang.....,
15 menit kemudian kami sampi STA Cikini.
Dari stasiun Pasar Senen kami naik bajaj ke stasiun Cikini. Kami berharap KRL AC ekonomi segera kami naiki. Ternyata petugas loket menginformasikan bahwa KRL AC ekonomi Jakarta- Bogor baru bisa jam 18.00. Stresss...... lelah. Beruntung si kecil tak rewel.
Mereka menyarankan kami naik KRL ekonomi namun agar dapat duduk ikut naik ke stasiun Jakarta Kota, mumpung rangkaian baru sampai Manggarai. Betul, akhirnya kami ikuti sarannya.
Keliling ke Kota baru balik ke Cikini dan di lanjut ke Bogor.
Pas Magh'rib kami tiba di Sukaresmi, Tanah Sareal, Kota Bogor kembali.
Alhamdulillah......
Perjalanan panjang ini telah kami lalui, kami senang, kami akan kembali lagi, tapi kami berharap tak sesulit ini.

Lebaran di Soko, Bagelen, Purworejo

Ekspresi Budeku bersama si kecil Reza Novfitra

Budeku bersama dari Ki-Ka Mas Galih, Reza & Mamad

Aku bersama Budeku, lega rasanya.
Hilanglah sudah rasa kangen kami semua

Di samping rumah Pakde Sarwo
Ki-Ka Reza, Mamat & Masi Ipul (Anak pertama kami)

Budeku, sudah sepuh ya?

Satu Oktober 2008 lalu kami sekeluarga bersilaturahmi dengan saudara, tetangga, teman waktu kecil di desa ini.
Banyak sudah yang berubah, rumah yang tadinya bisa di bilang sangat jarang, sekarang sudah mulai banyak. Itu yang nampak di sisi timur rumah kelahiranku. Sisi barat laut dan utara. Sudah banyak tetangga yang pindah, terutama yang tadinya bermuki di Soko Lemahputih. Kemungkinan alasan kepindahan mereka adalah agar terhindar dari bencana longsor yang pernah menerjang daerah ini beberapa waktu yang lalu, juga menghindar dari akibat gempa yang sempat merobohkan beberapa rumah karena labilnya tanah tempat tinggal. Maklum sebagian besar Soko Lemahputih berupa bukit-bukit terjal.
Kenangan akan masa kecil segera menyeruak di benakku begitu tiba.
Nyari rumput untuk makan kambing, menyiram pohon tembakau yang baru di tanam, menggembala kambing, mencari kayu bakar, mencari buah duwet & jambu mente di bukit-bukit Soko Lemahputih, mandi di sumur salak (sumur yang tak pernah kering walau kemarau panjang), mandi di sungai Bogowonto, pasar soko, main kelereng, main wayang-wayangan, kenduri dan masih banyak lagi.
Saat kami bersilaturahmi di tetangga, bahkan ada yang mengenang kembali saat almarhum Bapakku masih hidup. Kenangan ini sangat membekas di benakku (lihat postingan tentang 'Ayah').
Sebelum aku pulang ada beberapa kali telpon yang ku terima dari budeku yang mengeluh sangat ingin sekali bertemu denganku, anak-anakku & Istriku.
Setelah bertemu tentu saja beliau sangat lega, senang, plong.
Kami pun merasa bahagia karena telah membuat rasa kangen bude hilang.
Di Desa sebelah selatan, kurang lebih 300 meter kami kunjungi rumah Pak Redjo Ranumarto. (tentang keluarga beliau akan kami posting beberapa waktu lagi) Beliau pensiunan dari Departemen Perdagangan, yang berkantor di Jalam Moch. Ridwan Rais Jakarta. Beliau pindah belum lama. Salah satu alasan kepindahan beliau adalah di desa lebih tentram, banyak teman, saudara yang bisa ngobrol.
Maklum di Jakarta hal itu jarang sekali di temukan.
Semoga ku akan bisa kembali lagi, mengenang masa lalu.

Bogor, 10 Oktober 2008

Kamis, 09 Oktober 2008

Pengungsi Iklim (Antara News)

09/10/08 09:52

Barcelona, Spanyol (ANTARA News) - Kerusakan lingkungan hidup seperti penggurunan atau banjir akibat perubahan iklim dapat memaksa jutaan orang meninggalkan rumah mereka dalam beberapa dasawarsa ke depan, kata beberapa ahli, Rabu.

"Semua petunjuk memperlihatkan kita berhadapan dengan masalah utama global yang terus mencuat," kata Janos Bogardi, Direktur U.N. University`s Institute on the Environment and Human Security di Bonn, Jerman.

"Para ahli memperkirakan bahwa hingga 2050 sebanyak 200 juta orang akan kehilangan tempat tinggal akibat masalah lingkungan hidup, sejumlah orang, kira-kira, sama dengan dua-pertiga wilayah Amerika Serikat hari ini," kata University itu dalam suatu pernyataan, seperti dilaporkan Reuters.

Bogardi mengatakan jumlah pendatang lingkungan hidup saat ini dapat mencapai 25 hingga 27 juta orang. Tak seperti pengungsi politik yang meninggalkan negeri mereka, banyak orang mencari rumah baru di negara mereka sendiri.

Ia menyatakan penting untuk menyusun cara melacak jumlah orang yang terpaksa meninggalkan rumah mereka dengan alasan seperti gagal panen yang berulang dan disebabkan oleh pemanasan global, sehingga pemerintah dan organisasi bantuan dapat berusaha membantu mereka.

"Langkah utama ke arah bantuan ialah pengakuan," kata Bogardi.

Pada waktu lalu, banyak orang seperti itu akan didaftar sebagai pengungsi ekonomi. Namun, pengungsi ekonomi, misalnya, seringkali adalah pemuda yang mencari kerja.

"Perpindahan yang dilatar-belakangan lingkungan hidup diperkirakan akan menonjolkan makin banyak orang tua, anak-anak, perempuan dan orang yang lebih miskin, dari kondisi lingkungan hidup yang lebih menyusahkan," katanya.

Ahli dari hampir 80 negara direncanakan bertemu di Bonn dari 9 hingga 11 Oktober untuk membahas cara membantu pendatang lingkungan hidup.

Satu studi di 22 negara berkembang oleh lembaga pimpinan Bogardi dan beberapa lembaga penelitian lain Eropa mengenai alasan bagi perpindahan memperlihatkan kekhawatiran yang dapat ditimbulkan oleh jaringan penyelundupan manusia akibat kerusakan lingkungan hidup.

Di Bangladesh, "perempuan yang memiliki anak kecil, yang suami mereka meninggal di laut selama topan Sidr atau berada jauh sebagai tenaga kerja migran sementara, adalah korban empuk bagi penyelundup dan berakhir di jaringan pelacuran atau di tempat kerja paksa di India", katanya.

Pola serupa ditemukan di setidaknya satu studi lain nasional. "Eksploitasi manusia yang dilakukan oleh penyelundup dilaporkan makin luas saat arus pendatang tak resmi dan tidak sah menggelembung," tambahnya.

Pengungsi iklim adalah orang terlantar akibat perubahan iklim, dipicu oleh berbagai bencana lingkungan. (*)

sumber : http://www.antara. co.id/arc/ 2008/10/9/ rusaknya- lingkungan- akan-paksa- jutaan-orang- jadi-pengungsi- iklim/

Rabu, 08 Oktober 2008

Lebaran di Mendiro - Purworejo

Silahturahmi di rumah Pakdhe Paiman
Ki-Ka : Wahyu, Pakdhe Paiman, Iis, Budhe
Jongkok : Mas Ipul & Dek Reza

Ki-Ka : Kembar/ Jitheng (Dwi H), Ibnu, Ika, Iis)

Dek Reza, Mas Ipul, Mas Wahyu

Istriku & Irma (Anak Bulik)

Semua Foto-foto di atas di ambil dengan HP Nokia 6230i

Istriku bilang : " Ayah, kenapa sehari sebelum lebaran di sini masih sepi?"
Aku jawab : " Dari sejak Aku kecil, lebaran di sini memang sepi, ramainya nanti hari 2 & 3"

Jam lima sore saya mewakili Kakek menghadiri undangan kerabat yang melaksanakan syukuran atas kelahiran cucunya. Hanya sedikit yang berubah, jika dulu kenduri bungkus kendurian memakai daun jati, sekarang pake besek. Ayam ingkungnya masih....., lengkap sego rasul & suwiran daging atau kulit ayam kampung. Wah..... kenangan dulu kembali lagi....

Hiruk pikuk orang menyambut hari yang Fitri juga tak nampak, berbeda di rantaun. Malam takbiran juga tak seramai di Jakarta atau kota di pinggirannya. Malam takbiran kami ada di Mendiro, Jarak Masjid sekitar 150 meter ke arah barat. Masjid ini hanya satun-satunya di desa ini.
Pagi Hari jam 06.30 kami beramai-ramai ke Masjid untuk melaksanakan Sholat Iedul Fitri. Menurut Bulek Ginah Jaamah tidak sebanyak 1-2 tahun yang lalu, tetapi tetap saja ramai. Usai sholat Ied kami saling bermaafan di dalam & di luar Masjid.

Mas Setelah hampir sepuluhtahun, kami tidak bisa merayakan lebaran di Purworejo, akhirnya atas Kehendak-Nya Yang Maha Pemurah, kami bisa merayakan bersama Kakek, Pakdhe, Paklik, Kakak, Adik, kerabat dekat & Jauh, teman-teman semasa kecil.
Memori di ingatanku ku buka perlahan, karena untuk mengingat peristiwa & kenangan 20 tahun yang lalu butuh energi. Bayangkan anak-anak yang dulu waktu kecil masih 'ngesot' & umbelen, sekarang sudah besar, gagah, ayu.

Ketemu teman SD, SMP, Konco ngarit (cari rumput), konco golek kayu, konco angon. Waah, ueeekeh tenannn....
Saat bertemu dengan kerabat dan teman, pasti akan tebak-tebakan. Kadang saya yang pangling, kadang teman lain yang pangling. Pertanyaan yang sering mncul adalah " iki sopo, anake sopo?".
Kalau sudah seperti ini pasti akan mengalir pertanyaan-pertanyaan dan jawaban yang menggelikan....., kelingan?
Mudah-mudahan Allah mengembalikan kita pada Fitri & bertemu pada Romadhon & Idul Fitri 1430 H. Amien.....

Salam,
Suparno Jumar

Keluarga di Mendiro, Ngombol, Purworejo

Nanang Priyada (Anak Ke 2 Keluarga Paklik Legino)

Paklik Suwono atau Lek Ganung

Mbah Kromo Putri

Usai Sholat Iedul Fitri (Ki-Ka: Paklik Sigit/ Legino ( Ipar Ibu saya), Bulik Leginah( adik bungsu Ibu saya), Ibnu ( Anak ke 3), Henikatanti (Anak Pertama)
berpose di depan rumah Kakek

Mbah Sutowiranu ( Bapak dari Ibu Saya)

Foto-foto di atas di ambil dengan HP Kamera Nokia 6230i

Pada Mudik Lebaran 1429 H

Perjalanan Mudik Bogor - Purworejo 2008

Pose Reza, Anakku yang ke 2 di Peron Stasiun Cilebut, Bogor

Setelah sebelumnya tiada rencana untuk mudik, akhirnya kami berempat mudik.
Dengan persiapan seadanya dan tekat yang kuat untuk bertemu kerabat di kampung. Sejak kami menikah (kami menikah tahun 1999) belum pernah pulang mudik saat Lebaran. Paling kami pulang di luar Hari Raya.
Berangkat dari rumah di Sukaresmi, Tanah Sareal, Kota Bogor, hari Senin sore pukul 15.30. Dari Stasiun Cilebut Bogor dengan Kereta Ekonomi AC jam 16. 10, tujuan Jakarta Kota, kami turun di Stasiun Gondangdia, Jakarta tepat saat Adzan Magrib puasa yang ke 28. Berbuka puasa di Stasiun Gondangdia, Sholat Magrib di Masjid Cut Mutia, selanjutnya kami meneruskan perjalanan ke stasiun Senen dengan mobil India 'Bajaj', cukup Sepuluh ribu rupiah.
Baberapa menit kemudian kami tiba di Satsiun Pasar Senen, karena memang jaraknya tidak terlalu jauh.
Menurut beberapa calon pemudik yang kami jumpai, Stasiun ini tidak terlalu ramai di bandingkan 1-2 hari sebelumnya. Langsung saja kami menuju loket untuk membeli karcis ekonomi KA Progo tujuan Lempuyangan dengan harga karcis 30 ribu. Tiket tanpa tempat duduk alias siapa cepat di dapat tempat duduk. Malam itu ada 2 pemberangkatan KA Progo. Pemberangkatan pertama jam 21.30, namun sudah penuh. Akhirnya kami memutuskan berangkat dengan kereta selanjutnya. Sekitar pukul 21.45 KA Progo Lebaran merapat di Stasiun Pasar Senen. Alhamdulillah kami berempat dengan mudah masuk gerbong dan dapat tempat duduk. Jam 22.00 KA Progo berangkat dari Stasiun ini, berhenti di Stasiun Jatinegara & Stasiun Bekasi. Penumpang yang naik dari dua Stasiun ini sangat banyak, akhirnya padat.
Sepanjang perjalanan kami bersyukur pada Sang Pemurah, bahwa kami akhirnya bisa 'mudik' dengan mudah. Setelah lewat Purwokerto para 'petarung ekonomi jalanan' mulai merangsek mengadu nasib dengan menawarkan aneka jajanan. Bayangkan nyaris tiada celah untuk melangkah pun mereka tetap fight. Ada kejengkelan ada pula rasa iba. Rasa jengkelnya tega-teganya mereka mengganggu saudara-saudara yang berdesak-desakan dengan daganganya yang mereka tawarkan. Rasa ibanya, itulah jalan saudara-saudara kita mempertahankan hidup, begitu beratnya....
Ditambah lagi dengan hadirnya 'Orchestra Jalanan'. Wahhh...., tambah meriah..........
Pukul 06.45 KA Progo merapat di Stasiun Kutoarjo. Begitu turun kami sangat kagum dengan kondisi Stasiun yang sangat rapi. Setelah kami dapat informasi, kami baru 'dong' jika beberapa hari sebelum Hari H, stasiun ini termasuk yang di 'SIDAK' oleh Menhub untuk menyambut tamu tahunan para pemudik. Pantas saja jika Stasiun Kutoarjo jadi ngejreng.
Berjalan sedikit ke arah timur, diteruskan dengan bis jurusan Kutoarjo-Ketawang dengan trif 5000 rupiah per orang, kami lanjutkan perjalanan ke arah selatan. Berhenti di Pasar Grabag yang sedang hari pasaran, ramai sekali.
Disana telah menunggu sepupu kami dengan sepeda motor (Nanang dan Ibnu) yang menjemput menuju rumah Kakek & Kerabat di Mendiro, Ngombol.
Kereta ekonomi adalah satu-satunya moda transportasi yang murah, walau kadang harus berjuang sangat ekstra untuk mendapatkan tempat duduk.....
Alhamdulillah kami tiba dengan selamat di Kota Berirama.........Purworejo....


Kami Keluarga Suparno Jumar ( Suparno Jumar, Kamalia, Syaeful Alam & Reza Novfitra) di Bogor mengucapkan :


"Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1429 H, Mohon Maaf Lahir dan Bathin.
Mudah-mudahan Allah mempertemukan kita semua pada Bulan Suci yang di nanti-nanti oleh Muslim-muslimat di seluruh dunia dan Iedul Fitri 1430H"
Amein.......


Salam,


Suparno Jumar