Jumat, 26 September 2008

Perjalananku dalam Foto

Aku menggendong Reza (2 tahun) Mas Ipul (5 tahun) dan Istriku
Saat Foto di studio di Bogor, untuk melengkapi syarat masuk sekolah TK Favorit Mas Ipul,
Jl. Dadali, Kota Bogor


Aku di Ende, NTT Maret 2008

Aku di Maumere, Maret 2008

Foto akhir Agustus 2008. Di belakang adalah sungai Ciliwung dan pemukiman Sempur, Bogor

Photo medio 2008, Bogor
Pas Photo saat masih di Pt. Sansu Moto, Jakarta akhir tahun 1997

Aku bersama Reza saat istirahat di rumah, tahun 2008

Pas Photo tahun 1999

Pas Photo tahun 1994 Jelang lulus SMA Bahariwan, Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara

Pas Photo Kelas satu SMA tahun 1992
Pas photo diatas semua yang aku ambil kembali dengan Ponsel Nokia 6230i

Anak kedua kami, Reza Novfitra



Foto-foto diambil medio 2008 di Bogor

Jagoanku yang nomor dua, lahir 27 November 2003.
Lahir di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Waktu lahir sekitar pukul 21.00 WIB.
Pas kami sedang merayakan hari Raya Idul Fitri, atau tepatnya 2 Syawal 1424 H.
Menurut Dokter yang memeriksa kandungan, kelahirannya dua minggu setelah Idul Fitri.
Itu ramalan manusia, ternyata Allah berkendak lain.

Kamis, 25 September 2008

Anak Pertama Kami, Syaeful Alam





Foto-foto diatas di ambil april 2007 yang lalu di
Taman Ade Irma Suryani Kota Bogor atau
yang di kenal dengan taman topi

Lahir tanggal 8 Juli 2000 di RSCM, Jakarta. Itu di luar dugaan kami, karena saat itu kami sedang akan menghadiri arisan keluarga di Cempaka Putih Jakarta yang diadakan tiap hari Sabtu di minggu pertama setiap bulannya.
Sekarang sudah duduk di Kelas 3 D SD Negeri Julang Kota Bogor.
Sebelumnya di TK Favorit di Kota Bogor juga.

Rabu, 24 September 2008

SMP Negeri Krendetan 1987-1989

Masih melekat kenangan di benakku waktu itu 1987, beberapa bagian bangunan berpencar di sisi timur jalan Purworejo-Jogja.
Bangunan bercat putih, beratap genteng, parkir sepeda murid di sayap barat dan sayap timur, berdekatan dengan kantin Pak Jirin yang menjaga sekolah.
Disini kami bisa 'jajan' aneka gorengan seratus rupiah tiga buah, lengkap dengan minuman teh tawar. Pisang goreng utuh satu buah, bakwan goreng, tahu isi juga besar. Cukup 'ngganjel' perut. Kadang kami harus mengantri di depan penggorengan untuk mendapatkannya.
Lapangan bola melengkapi di sisi timur bangunan itu. Di lapangan ini teman-temanku biasa berolah raga dengan bimbingan Pak Narko atau Pak Naryo. Bahkan acara kepanduan PERSAMI perah di gelar di sini. Berbatasan dengan lapangan bola sebelah timur rumah Prayitno teman sekelas yang memproduksi kue bolu emprit.
Depan sekolah ada jalan akses ke Somoredjo, Tlogokotes dan sekitarnya.
Di Teras bangunan di parkir mobil Mercy putih, Pak Toto Soegito yang empunya. Beliau adalah Kepala Sekolah.

Peristiwa Empat tahun yang lalu

INDONESIA: 'Metro Bogor' attacked

Monday, January 5, 2004

Intimidation of the press took place on Saturday when around 20 unidentified men arrived at the Metro Bogor daily's office at the Agrikon building on Jl. Siliwangi, Bogor, at around 3 p.m.

They were looking for the daily's chief editor, Alfian Mujani, who, at the time, was in a meeting in Purwakarta, West Java. The men demanded a marketing staffer of the daily, Suparno, give them Alfian's cell phone number.

"About 500 of us make a living from gambling. Where's your boss," one of the men yelled at Suparno.

When he refused to give the number, one of the men grabbed Suparno's cell phone and found it.

"Don't even try to lie to us ... or we'll burn this office down," said the man, later hitting Suparno, who suffered bruising to his right temple.

Office security guards approached but the men had just left the site.

A journalist from Metro Bogor, Untung Kurniadi, accompanied Suparno to file a report on the incident with Bogor Police. Untung also contacted Bogor Police chief Sr. Comr. Anton Bachrul Alam and requested protection of the daily's office and its employees.

Untung said, as reported by Antara, that the daily had been reporting gambling activities in Bogor city in its Jan. 2 and Jan. 3 editions. He alleged that the unidentified men made a profit from gambling and were angered by the daily's coverage of it.

"Gambling is an illegal activity in this country. It's perfectly understandable if we report on it," he said.

Police are still investigating the case but so far no one has been arrested.

Bocah Misterius

Bocah itu menjadi pembicaraan dikampung Ketapang.

Sudah tiga hari ini ia mondar-mandir keliling kampung.

Ia menggoda anak-anak sebayanya, menggoda anak-anak
remaja diatasnya, dan bahkan orang-orang tua. Hal ini
bagi orang kampung sungguh menyebalkan.
Yah, bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda
dengan berjalan kesana kemari sambil tangan kanannya
memegang roti isi daging yang tampak coklat menyala.
Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap
dengan tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat
diplastik es tersebut.
Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila
orang-orang kampung melihatnya bukan pada bulan puasa!
Tapi ini justru terjadi ditengah hari pada bulan
puasa! Bulan ketika banyak orang sedang menahan lapar
dan haus. Es kelapa dan roti isi daging tentu saja
menggoda orang yang melihatnya.

Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa,
karena kebetulan selama tiga hari semenjak bocah itu
ada, matahari dikampung itu lebih terik dari biasanya.

Luqman mendapat laporan dari orang-orang kampung
mengenai bocah itu. Mereka tidak berani melarang bocah
kecil itu menyodor-nyodorkan dan memperagakan
bagaimana dengan nikmatnya ia mencicipi es kelapa dan
roti isi daging tersebut.
Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian
dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan.
Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya
akan memberikan kilatan yang menyeramkan. Membuat
mundur semua orang yang akan melarangnya.

************ ********* **

Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah
itu. Kata orang kampung, belakangan ini, setiap bakda
zuhur, anak itu akan muncul secara misterius.
Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama
dengan hari-hari kemarin dan akan muncul pula dengan
es kelapa dan roti isi daging yang sama juga!

Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang
lagi. Benar, ia menari-nari dengan menyeruput es
kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang lain
menelan ludah, tanda ingin meminum es itu juga.
Luqman pun lalu menegurnya. Cuma,ya itu tadi,bukannya
takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot,
seakan-akan matanya akan keluar Luqman.

"Bismillah.. ." ucap Luqman dengan kembali
mencengkeram lengan bocah itu. Ia kuatkan mentalnya.
Ia berpikir,kalau memang bocah itu bocah jadi-jadian,
ia akan korek keterangan apa maksud semua ini.
Kalau memang bocah itu "bocah beneran" pun, ia juga
akan cari keterangan, siapa dan dari mana sesungguhnya
bocah itu.

Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi
mendadak menuruti tarikan tangan Luqman. Luqman pun
menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu,
dan membawanya ke rumah. Gerakan Luqman diikuti dengan
tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang yang
melihatnya.

"Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan
menyantap roti isi daging ini? Bukankah ini kepunyaan
saya?" tanya bocah itu sesampainya di rumah Luqman,
seakan-akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang
kelakuannya. Matanya masih lekat menatap tajam pada
Luqman.
"Maaf ya, itu karena kamu melakukannya dibulan
puasa," jawab Luqman dengan halus,"apalagi kamu tahu,
bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu bukannya
ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang
dengan tingkahmu itu.."

Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan
uneg-unegnya, mengomeli anak itu. Tapi mendadak bocah
itu berdiri sebelum Luqman selesai. Ia menatap Luqman
lebih tajam lagi.
"Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami
semua! Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal
ini ketimbang saya..?! Kalian selalu mempertontonkan
kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan
pada sebelas bulan diluar bulan puasa?

Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami
yang kelaparan, dengan menimbun harta
sebanyak-banyaknya dan melupakan kami?

Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan
melupakan kami yang sedang menangis?

Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila
sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian
mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga
kematian menjemput ajal..?!

Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran
waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus?
Ketika bedug maghrib bertalu, ketika azan maghrib
terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian..!?"

Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi
kesempatan pada Luqman untuk menyela.
Tiba-tiba suara bocah itu berubah. Kalau tadinya ia
berkata begitu tegas dan terdengar "sangat" menusuk,
kini ia bersuara lirih, mengiba.
"Ketahuilah Tuan.., kami ini berpuasa tanpa
ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya
bulan puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa
kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang
siang saja.

Dan ketahuilah juga, juatru Tuan dan orang-orang
di sekeliling Tuan lah yang menyakiti perasaan kami
dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu
kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri?

Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam
mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi
banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya
denga istilah menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri?

Tuan.., sebelas bulan kalian semua tertawa di
saat kami menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun
hanya ada kepedulian yang seadanya pula.

Tuan.., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah
yang menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali
termasuk di bulan ramadhan ini. Apa yang telah saya
lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap
orang-orang kecil seperti kami...!

Tuan.., sadarkah Tuan akan ketidak abadian harta?
Lalu kenapakah kalian masih saja mendekap harta secara
berlebih?

Tuan.., sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan
orang-orang sekeliling Tuan tertawa sepanjang masa dan
melupakan kami yang semestinya diingat?
Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang-orang di
sekeliling Tuan bukan hanya pada penggunaan harta,
tapi juga pada dosa dan maksiat.. Tahukah Tuan akan
adanya azab Tuhan yang akan menimpa?

Tuan.., jangan merasa aman lantaran kaki masih
menginjak bumi. Tuan..., jangan merasa perut kan tetap
kenyang lantaran masih tersimpan pangan 'tuk setahun,
jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah
menyatu dengan bumi kelak..."

************ ********* *

Wuahh..., entahlah apa yang ada di kepala dan
hati Luqman. Kalimat demi kalimat meluncur deras dari
mulut bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan.
Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah tersebut
adalah benar adanya!
Hal ini menambah keyakinan Luqman, bahwa bocah ini
bukanlah bocah sembarangan.

Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu,
bocah itu pergi begitu saja meninggalkan Luqman yang
dibuatnya terbengong-bengong.
Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak
ditelan bumi.
Begitu sadar, Luqman berlari mengejar ke luar rumah
hingga ke tepian jalan raya kampung Ketapang. Ia
edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisa
dilihatnya, tapi ia tidak menemukan bocah itu.
Ditengah deru nafasnya yang memburu, ia tanya semua
orang di ujung jalan, tapi semuanya menggeleng
bingung. Bahkan, orang-orang yang menunggu penasaran
didepan rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu
keluar dari rumah Luqman!
Bocah itu benar-benar misterius! Dan sekarang ia malah
menghilang!

Luqman tidak mau main-main. Segera ia putar
langkah, balik ke rumah. Ia ambil sajadah, sujud dan
bersyukur. Meski peristiwa tadi irrasional, tidak
masuk akal, tapi ia mau meyakini bagian yang masuk
akal saja. Bahwa memang betul adanya apa yang
dikatakan bocah misterius tadi. Bocah tadi memberikan
pelajaran yang berharga, betapa kita sering melupakan
orang yang seharusnya kita ingat. Yaitu mereka yang
tidak berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka
yang tidak memiliki penghidupan yang layak.

Bocah tadi juga memberikan Luqman pelajaran bahwa
seharusnya mereka yang sedang berada diatas, yang
sedang mendapatkan karunia Allah, jangan sekali-kali
menggoda orang kecil, orang bawah, dengan berjalan
membusungkan dada dan mempertontonkan kemewahan yang
berlebihan.
Marilah berpikir tentang dampak sosial yang akan
terjadi bila kita terus menjejali tontonan kemewahan,
sementara yang melihatnya sedang membungkuk menahan
lapar.

Luqman berterima kasih kepada Allah yang telah
memberikannya hikmah yang luar biasa. Luqman tidak mau
menjadi bagian yang Allah sebut mati mata hatinya.
Sekarang yang ada dipikirannya sekarang , entah mau
dipercaya orang atau tidak, ia akan mengabarkan
kejadian yang dialaminya bersama bocah itu sekaligus
menjelaskan hikmah kehadiran bocah tadi kepada semua
orang yang dikenalnya, kepada sebanyak-banyaknya
orang.
Kejadian bersama bocah tadi begitu berharga bagi siapa
saja yang menghendaki bercahayanya hati.

Pertemuan itu menjadi pertemuan yang terakhir.
Sejak itu Luqman tidak pernah lagi melihatnya,
selama-lamanya. Luqman rindu kalimat-kalimat pedas dan
tudingan-tudingan yang memang betul adanya.
Luqman rindu akan kehadiran anak itu agar ada
seseorang yang berani menunjuk hidungnya ketika ia
salah.

(di kutip dari Ricky Subakti)

Senin, 08 September 2008

Satu Minggu di ASMI


Hari-hari pengamatan yang mencengangkan.
Dua mingguan pertama yang saya jalani adalah penyesuaian lingkungan.
Jakarta yang panas membuatku harus ekstra cepat beradaptasi. Allah SWT sungguh sempurna.
Tubuhku yang kecil & rumit, mampu membuat diriku tetap nyaman.
Oh ya...., di rumah kakak sepupuku ada mBak Yem, Mas Bonari, Mas Wondo, dik Nur & dik Ipin.
OLeh kakak mBak Yem aku di perkenalkan dengan tetangga kiri-kanan agar kami bisa nyaman.
Beberapa minggu kemudian aku mendapat informasi lowongan pekerjaan sebagai cleaning service di ASMI Pulomas.
Berbekal ijazah SLTP yang aku miliki & tekad yang kuat, aku mencoba peruntungan dengan melamar pekerjaan itu.
Dengan penuh percaya diri aku datang ke ASMI Pulomas,

bertemu dengan Bapak... (lupa namanya), akhirnya aku di terima bekerja di situ. Aku memperoleh upah Rp 1000,-/ hari , dengan status karyawan lepas.
Hari Pertama agak canggung juga, orang dari kampung umur 17 tahun bekerja di gedung. Wah......ndredek juga...
Aku mendapat tugas membersihkan ruang Direktur ASMI, dan ruangan di sekitarnya.
Seminggu berlalu sudah, saat istirahat, aku termenung. Uang seribu rupiah yang aku dapat harus menanggung transport dari halte Pacuan Kuda-Asmi, makan siang.
Wah,....... mepet juga. Ongkos saat itu untuk satu kali jalan masih seratus perak (bis PPD tingkat jurusan Pulogadung-BlokM), makan lima ratus perak.
Akhirnya Aku memberanikan diri untuk keluar kerja. Namun gajiku selama satu minggu belum bisa diambil, jika mau di persilahkan mengambilnya di Cikini. Aku belum tahu, dimana Cikini saat itu.
Pilihan terkhir, aku ikhlaskan gaji semingguku alias tak kuambil.
Mudah-mudahan berbuah kebaikan.... Semoga.
Amien

Kenangan Buat Mak Upit

Dede Reza bersama Om Budi

Budhe Neni (AnakMak Upit yg ke 3), Dede Reza dan Masi Ipul

Reza & Emak Upit (gb. diambil Januari 2005

Mak Upit bagiku, istriku, anak-anakku sudah kami anggap sebagai orang tua sendiri. Beliau adalah pemilik kontrakan tempat kami tinggal. Kami sekeluarga tinggal di paviliun yang di kontrakkan mulai tahun 2000 awal. Beberapa bulan sebelum anak kami yang pertama lahir. Saat itu, apalagi sekarang untuk mendapatkan tempat tinggal yang benar-benar pas cukup sulit.
Di Bogor, kami boleh di bilang pengembara 'tulen'. Saudara & orang tua jauh di sana. Beruntunglah kami mendapatkan tempat kontrakan yang pemiliknya menganggap kami seperti saudaranya juga.
Tahun 2006 yang lalu, beberapa bulan setelah Idul Fitri, Mak Upit di panggil yang kuasa, setelah menderita sakit dan umur juga sudah cukup tua.
Kami semua merasa kehilangan semua.
Do'a kami, semoga engkau mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya, di ampuni segala dosa. Amien.

Melepas Kejenuhan

Duduk Supri & Hilal, Jongkok depan Pi'i, Berdiri Ki-Ka : Aris Megelang, Aku. Berdiri belakang:
Bagus (topi merah), Irus, Afif, El Nino

Foto di dalam KRL Pakuan dari Bogor ke Pantai Ancol.
Gambar ini di ambil jelang bulan puasa tahun lalu (1428 H).
Kepenatan menjalani rutinitas membuat kami harus me-refresh semua organ tubuh agar kami bisa lebih produktif setelahnya.

Angon Bocah

Mas Ipul mengikuti lomba balap karung di pantai karnaval ancol, akhir tahun 2007 lalu

Dedek Reza Yang ikut-ikutan lari

Sabtu, 06 September 2008

Ayah

Petani & buruh serabutan dengan ciri fisik : postur sedang, berkumis tipis, berambut agak ikal, berbicara tidak terlalu keras, menyukai humor, senang ikut bermain musik karawitan.

Kaulah sosok yang sangat ku rindukan sampai saat ini.

Kadang saat rindu itu muncul, kucoba untuk mengulang kenangan terindah bersamamu. Foto sehelaipun tak ada untuk mencoba menggambar rinduku padamu.

Inilah ingatan terindah yang kukenang:
  • Menjemputku pulang dari Sekolah Menengah Pertama di Krendetan naik sepeda onthel, aku di bonceng. Engkau tak ingin aku di bonceng oleh taman-temanku. Nanti khawatir merepotkan.
  • Kita jadi buruh 'mretheli kacang' tanah di tetangga kampung sebelah, di temani teh pahit dengan gorengan combro. Berangkat ba'da isya pulang jam 2-3 dini hari
Saat engkau di panggil Yang Kuasa, jelang Pemilu tahun 1987, aku masih ingat. Karena pada saat-saat terakhirmu, aku di sampingmu.
Allah sangat mencintaumu.

Pesan terakhirmu masih kuingat. " Podho sing guyub & sing rukun yo!", itulah pesanmu.
Kadang jika anak-anakmu berkumpul atau sekedar saling melepas rindu lewat telepon, pesanmu kusampaikan lagi.

Sayang kami anak-anakmu & Ibu tidaklah seberapa di banding dengan CintaNya.
Saat-saat terakhir menjelang engkau di panggil OlehNya, engkau sakit.
Tapi tak pernah kau perlihatkan penderitaanmu di hadapan kami.
Engkau tak pernah kudengar mengeluh.

Anakmu sekarang telah besar, cucumu sekarangpun sedang lucu-lucunya.
Mudah-mudahan engkau melihat kami dan tersenyum bangga.

Jumat, 05 September 2008

Kekasihku

Lukisan kekasihku,
Goresan kuas Gothe
di Jakarta tahun 1997

Istriku & Reza (Anak ke 2)

Gadis Betawi yang aku kenal secara tak sengaja di JHCC.
Selama empat tahun kami mencoba untuk saling mengenal.
Dalam perjalanan ini aku sering berinteraksi dengan anggota keluarganya.
Dia tinggal bersama orang tuanya di bilangan Johar Baru, Jakarta Pusat yang tidak terlalu jauh dengan saudar-saudaraku di Cempaka Putih Timur.

Sampai di jalan ini, ternyata seolah jalan ini sangat panjang dan terjal, berkelok, berbatu, berdebu. Pengalaman yang menggelikan saat aku berkenalan dengan anggota keluarganya.
Aku di kira sudah Bapak-bapak dan di 'duga' sudah punya istri.

Pada tahun 1999 aku dan dia mengikat janji bersama untuk menjadi sebuah keluarga baru.
Aku sadar begitu besar perbedaan-perbedaan yang ada di antara keluargaku & keluarganya.
Tantangan & hal baru terus kutemui dalam perjalanan ini.

Aku dobrak pandangan-pandangan keluargaku, jika kelak aku menikah hendaklah dengan perempuan sedaerah atau satu suku jawa.

Aku berkeyakinan, suatu saat nanti aku akan menemukan jalan lurus & mulus.

Semoga.

Titik Nol

Akhir1989 aku merantau ke Jakarta di antar kakak sepupuku Mas Sarman. Berbekal harapan & semangat, ku langkahkan kakiku. Perjalanan baru di mulai dari 'nol kilometer'.

Perjalanan panjang (pertama kali pergi jauh) pertama kali di mulai dari sini, berangkat dari stasiun Kutoarjo dengan Kereta Api Sawunggalih ekonomi malam. Tiba di stasiun Pasar Senen jelang subuh. Lelah juga perjalanan itu.

Tatapanku saat itu tertuju pada munculnya tikus-tikus hitam besar (sebelumnya aku belum lihat tikus sebesar itu.) & lalu lalangnya pemulung sampah yang 'mendiami' sekitar stasiun Pasar Senen. Betapa kerasnya pertarungan untuk mempertahankan kehidupan yang berkelanjutan para manusia-manusia tangguh itu.

Setelah hari mulai terang, bergegas kami mencari kendaraan umum yang akan membawa kami ke rumah kakak sepupuku yang lain. Bilangan Cempaka Putih Timur jadi tujuan kami.
Tidak lama kemudian, kami tiba di rumah kontrakan yang cukup sederhana.

Jakarta sungguh dunia yang keras.
Jakarta memberi harapan baru bagiku.
Selamat tinggal kampung halamanku.

Jakarta, akhir 1989