Rabu, 07 September 2011

Jangan Bingung Pulang Malam dari Jakarta ke Bogor

DARI Bogor, saat bepergian ke Jakarta menggunakan kendaraan umum, kadang kita tak tahu. Jam berapa kita kembali ke rumah. Saya berbagi pengalaman. Sering kali saya bepergian dan pulangnya tak karuan waktunya. Bagi kita yang bepergian dan tidak biasa pulang larut, pasti akan kebingungan. Apalagi bila KRL atau bis umum yang kita naiki sudah tidak tersedia. Kalau kita punya cukup bekal, bisa saja naik taksi. Kalau tidak? Ini yang merepotkan. Sementara, mau menginap di rumah kerabat atau sahabat tidak punya. Lalu bagaimana?

Anggap saja kita berada di suatu daerah di Jakarta. Berpikirlah tenang. Jangan bingung. Carilah bus kota, mikrolet atau angkot jurusan Pasar Rebo. Setibanya di Pasar Rebo, naik angkot jurusan Kampung Rambutan-Cibinong. Tarifnya 5 ribu rupiah. Rute yang dilalui adalah jalan Raya Bogor lewat Cibubur, Ciracas, Simpang Depok, Cisalak, Depok dan berakhir di Pasar Cibinong. Waktu yang ditempuh dalam keadaan normal sekitar satu jam perjalanan. Turun di pertigaan pasar Cibinong. Naiklah angkot jurusan Cibinong-Pasar Anyar (Bogor). Rute yang di lalui masih jalan raya Jakarta -Bogor melewati Cikaret, Nanggewer, Ciluar, POMAD, Kedung Halang, Warung Jambu, Jl. A Yani d/h Jalan Jakarta, Air Mancur (Jl. Sudirman), Bogor Permai, Jalan Sawojajar dan berakhir di Pasar Anyar. Waktu yang ditempuh dalam kondisi normal sekitar satu jam.  Tarifnya 5 ribu juga. Nah, setiba di Bogor lanjutkan dengan angkot jurusan yang kita tuju. Biasanya hampir semua rute angkot di Kota Bogor beroperasi 24 jam. Kecuali rute tertentu, yang tidak memungkinkan angkot itu beroperasi.

Bila kita ada di sekitar Kota, carilah mikrolet jurusan Kota-Tanah Abang. Angkutan kota ini tersedia 24 jam. Tarifnya sekitar 4 ribu. Dari Tanah Abang, carilah angkot jurusan Tanah Abang-Kebayoran Lama. Tarifnya sekitar 4 ribu juga. Dari Kebayoran Lama, naik Mikrolet lagi jurusan Ciputat. Tarifnya sekitar 4 ribu lagi. Di Pasar Ciputat, naik angkot jurusan Parung. Tarifnya 5 ribu rupiah. Dari Parung, naik angkot jurusan Pasar Anyar (Bogor).Biasanya ada yang warna biru dan hijau. Rute yang dilewati pertigaan Arco, Telaga Kahuripan, pertigaan Tonjong, Semplak, pertigaan Salabenda, pertigaan ATS (ada monumen helikopter), pertigaan Yasmin, RS. Marzuki Machdi dan berakhir di Pasar Kebon Kembang. Tarifnya 5-6 ribu. Waktu yang diperlukan sekitar 1 jam lebih, tentu dalam kondisi normal.

Namun, bila kita berada lebih jauh. Misalnya, ada di Pelabuhan Merak-Banten. Bus jurusan Kampung Rambutan sudah tidak tersedia. Jangan linglung. Carilah bus jurusan Bandung via puncak, atau Sukabumi via Ciawi. Untuk tarif, untuk bus ekonomi dan AC berkisar 15-20 ribu. Turunlah di Ciawi. Lanjutkan perjalanan ke Bogor dan sekitarnya dengan angkot yang tersedia 24 jam. Terutama untuk jurusan Ciawi-Sukasari dan Ciawi-Puncak via Gadog.

Siapkan uang pecahan kecil, lebih bagus bila uang pas. Pada malam hari, peluang tindak kejahatan lebih besar, hindari tindakan yang mengundang tindak kejahatan. Bersikaplah tetap waspada.
 
Jadi, jangan bingung apalagi linglung bila dari Jakarta dan sekitarnya akan pulang ke Bogor kemalaman.



Senin, 05 September 2011

Serangan 'Monster' Malam Hari

HAMPIR sebagian wilayah ibu kota dan kota penyangganya memiliki sistem pembuangan yang buruk. Saluran pembuangan limbah rumah tangga malang melintang. Diperburuk dengan kebiasaan membuang sampah semaunya. Biasanya masyarakat dan aparat baru mau bergerak setelah jatuh korban. Korban nyamuk berdarah (DBD) misalnya.

Namun, setelah keadaan kembali normal, gerakan itu terhenti. Upaya segelintir warga nyaris tak berarti. Karena masalah menjadi sangat kompleks. Ini daerah kita. Daerah sebelah sana bukan wilayah kita.

Kita masih butuh pemimpin yang gila. Gila dalam melakukan terobosan-terobosan mengurai masalah krusial. Peka terhadap persoalan yang muncul. Bila perlu, langsung aksi memberikan keteladanan. Tidak puas hanya menerima laporan dari bawahan. Masyarakat akan lebih hormat pada aksi nyata, bukan hanya retorika.

Malam ini saja, sambil menulis, serangan bertubi datang dari nyamuk yang memiliki ’selang’ penghisap darah. Usut punya usut, saluran pembuangan air yang berada di sisi jalan tergenang karena macet. Macetnya karena beberapa penghuni atau pemilik usaha membuat jembatan terlalu pendek. Bahkan, di beberapa bagiannya ada yang mampet. Di bagian hulu, tak jarang saya melihat sampah menumpuk di dalam saluran air. Saya yakin, ada yang sengaja membuangnya.

Di sinilah nyamuk mengembangkan anak dan keturunannya. Berulang kali kami mencoba untuk memotong mata rantai kehidupannya. Menaburkan ikan lele dan belut dengan harapan ikan ini akan menyantap jentik nyamuk. Namun gagal. Mengangkat sampah yang mengapung serta mengangkat jentik dengan jaring-jaring juga sudah dicoba. Hasilnya, jentik memang berhasil diangkat sebagian. Namun, lagi-lagi gagal menghambat laju perkembangannya. Cara kami melindungi diri bila malam hari dengan sebagian badan tertutup. Nyaris hanya mata yang tetap kami biarkan terbuka.

Ingin sekali, serangan ini segera berakhir. Tapi dengan cara apa kami harus mengakhirinya. Karena berharap dari aparat pemerintah terlanjur luntur. Andai saja keseimbangan alam terjaga, kelelawar masih banyak. Kodok masih ada, mungkin serangan serangga bersayap ini tak akan sedahsyat malam lalu, malam ini dan malam-malam yang akan datang.

Adakah ide serta saran dari teman-teman, agar kembang biak nyamuk ini bisa dihambat? Kami tunggu!