Minggu, 14 Desember 2008

Gelandangan dan Pengemis

Emperan pertokoan di Jalan Nyi Raja Permas, 05.00 WIB

Bursa koran yang sudah mulai menggeliat sejak pukul 02.00 dini hari.
Keseharianku yang menuntut harus menyambangi lokasi ini untuk mempersiapkan koran yang akan di antar ke pelanggan membuatku tak bisa menolak pemandangan aneh. Beberapa titik emperan pertokoan di jalan ini menjadi tempat untuk tidur. Hanya beralaskan kertas koran, karung plastik atau bahkan tanpa alas sama sekali. Mereka meringkuk dengan nikmatnya melepas lelah.
Kupertajam pandanganku pada beberapa sosok yang sedang tidur. Semuanya dari kaki hitam, muka cemong, rambut awut-awutan. Ada yang bergerombol 2-4 anak, ada yang menyendiri.

Sejenak kutangkap pandangan salah satu dari mereka dengan seksama... Ada anak umur 6 tahun, seumuran dengan anakku yang kedua. Betapa berdosanya orang tua yang dengfan sengaja menelantarkan 'amanah' dari Sang Pencipta.
Sungguh keadaan yang membuat pewaris 'penerus bangsa' ini harus seperti ini.

Sejenak kubenamkan lamunanku dalam tidurnya. Andai Aku jadi mereka..., sungguh sebuah kisah berat yang tak pernah kubayangkan. Dimana Ibu dan Bapaknya? Dari mana asal mereka? Tiadakah yang pedulikan mereka? Atau..... ini sengaja di kondisikan oleh orang tertentu dengan maksud tertentu... Aku tak kuasa untuk mencoba mengerti apa sebenarnya yang terjadi.

Betapa dingin rasa udara yang ada di sekelilingnya. Pastilah mereka juga rasakan itu, atau jangan-jangan sudah kebal?

Ku coba untuk memahami sebenarnya apa yang membuat mereka terjebak. Jika pun boleh memmilih, pasti dia tidak ingin hidup 'liar'.
Terngiang dalam ingatanku waktu masih sekolah. Dalam UUD 45 ada pasal yang berbunyi

'FAKIR MISKIN DAN ANAK TERLANTAR DI PELIHARA OLEH NEGARA'.

Di mana nyambungnya? Apa yang salah?

Sungguh ironis sebuah negara besar, kaya dengan sumber daya alam, sumber daya manusia tapi masih menelantarkan warganya.
Alih-alih untuk orang gelandangan, untuk dirinya dan keluarga jangan-jangan masih kurang terus...

Hai penguasa negeri ini, lihatlah dan perhatikanlah mereka.

Jumat, 12 Desember 2008

HAPE

Perhatikan!

Jika Anda setiap hari bepergian baik ke kantor, antar jemput anak sekolah, ke pasar deelel, pasti akan banyak menemui hal-hal yang menjengkelkan. Salah satunya adalah perilaku pengguna jalan.

Yang membawa kendaraan roda empat atau lebih sering menggunakan telepon seluler. Kadang untuk menerima telepon atau malah menerima, membaca dan membalas SMS sambil jalan. Pengemudi angkot tak mau kalah set, halo-halopun sambil 'nyetir'.

Ada pengalaman menarik, setelah sekian lama tak bepergian jauh dengan kendaraan umum, hari Rabu yang lalu ada stiker yang menempel di dinding sebuah bus AKAP yang berbunyi "demi keselematan, laporkan bila sopir bus memakai HP selama dalam perjalanan ke nomor 0815xxxxxxx", ternyata baru saja jalan keluar terminal sudah 'halo-haloan'.

Pengalaman saat pulang ke Purworejo tiga tahun yang lalu, sepulangnya dari Purworejo menuju Bogor dengan bis Sumber Alam AC Bisnis, sering sekali sang 'pilot' mendapatkan telepon. Karena saya duduk di bangku terdepan sebelah kiri, kutangkap sekilas dari nada bicaranya sang 'pilot' kalau dia sedang 'yang-yangan'.

Setali tiga uang alias sami mawon dengan pengguna kendaraan bermotor roda dua, dengan santainya bak di ayunan tepi pantai berhalo sambil ngethir montor. Kadang dengan handset di tempelkan di helmet.

Sama juga dengan para pejalan kaki yang dengan asyiknya berhalo-halo sambil menyeberang jalan.

Padahal jika menyadari hal itu, bahaya yang mengintip sangat besar peluang terjadinya kecelakaan, yang akan merugikan semua pengguna jalan.
Jika kita tidak hati-hati dan bijaksana-bijaksini teknologi ini bisa seperti pisau bermata dua. Sudah banyak korban akibat kelalaian penggunaan alat komunikasi ini.

Teknologi Ponsel saat ini penyebaran sangat luar biasa. Dengan bentuk layanan bervariasi, baik teknologi operator selulernya maupun teknologi fitur-fitur handsetnya.

Bahkan, perangkat komputer dengan kelebihannya sudah bisa di katakan tergantikan dengan Ponsel yang ‘High End’.

Kembali ke belakang, perkembangan ponsel yang sempat di ingat adalah:
Era 90an, pemakai teknologi ini masih terbatas pada pebisnis, dengan ciri pemakai yang mobile sehingga setiap saat bisa di hubungi dari manapun. Harga sebuah kartu perdana saja harus merogoh kocek dalam-dalam, apalagi harga handsetnya.

Era 2000, sudah tidak menjadi monopoli para pebisnis, tapi sudah menyebar ke segala lapisan masyarakat, sampai tingkat yang paling bawah. Bak kacang goreng, seratus ribu lebih dikit bisa bawa pulang ponsel lengkap dengan kartu perdana.
Sayang, perilaku saudara-saudara kita kadang belum bisa & mau tertib terkait dengan lat ini.

Menurut Anda?