Kamis, 13 November 2008

Berjuang di Jalanan

Mulai mengenal seluk beluk rantai peredaran koran pada medio 99, melalui koran lokal Radar Bogor. Berawal menjadi 'relawan' dengan harapan bisa menyandarkan hidup.
Setelah hampir 7 tahun membuka dasaran di pinggir jalan 'PKL', dan terlena akan kenyamanan Aku terlena akan setiap ncaman yang mengintip. Pernah seorang kawan memperingatkan hal itu. Hanya ku tak ngeh.

Perda No. 13 tahun 2006 salah satunya adalah melarang semua pedagang kaki lima di Kota Bogor menempati jalur hijau, lingkungan sekolah, lingkungan tempat ibadah, perkantoran pemerintah.

Inilah awal mulai runtuhnya usaha yang sudah ku bangun 7 tahun.
Usaha menjual koran eceran di depan Plaza Jambu Dua, Kota Bogor yang ku geluti pertengahan tahun 1999 sebelum aku nikah, terncam gulung tikar.

Betul, setelah lapak di gusur, kredit motor baru setahun. Padahal cicilan tiap bulan 608 ribu, bayar kontrakan, bayar anak sekolah, uang belanja dapur, semua bergantung dari situ.
Banyak teman se profesi yang terancam kolaps. Teman-teman Agen dan penyalur media cetak di Bogor menggalang solidaritas. Di antaranya adalah :

Kang Asep, Kang Ferry, Kang Herri, Bang Lasian, Mas Anam, Bang Joni. Mereka datang ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bogor di mediasi oleh teman-teman pers yang bertugas di Kota Bogor.

Hasilnya? Kami mendapat rekomendasi untuk melakukan kunjungan ke Kota Gudeg, melihat aktifitas teman-teman pedagang produk Media. Segala bentuk biaya di tanggung oleh Anggota Dewan dan penerbit media (Radar Bogor, Media Indonesia, Sindo, Kompas, Republika, Pikiran Rakyat, Rakyat Merdeka, Tempo dan lain-lain). Mengunjungi lapak-lapak, bursa media cetak, kantor perwakilan media, diskusi dengan teman-teman agen di Jogja.

Beberapa minggu kemudian kami bergerak dengan target mengumpulkan semua penerbit yang turut 'menikmati' pasar media cetak di Kota Bogor.

Bertempat di Aula PPIB, acara di laksanakan. Beberapa perwakilan dari penerbit datang.
Diskusi hanya menghasilkan beberapa kesepakatan yang nyaris tidak menyelamatkan nasib para penjaja media. Hanya saja konflik kepentingan di antara penerbit membuat kami harus melupakan hal ini. Kami menyadari, kami bukanlah siapa-siapa, hingga bila para penerbit ambil sikap seperti itu, kami harus tetap berjuang dengan cara kami.

5 komentar:

Ratman_88 mengatakan...

Teruslah berjuang, jangan putus asa, dan satu lagi aja lali karo kang murbeng dumadi (Tuhan YME). Segala daya yang engkau lakukan kalau itu baik walau tidak dihargai oleh manusia insya Allah Tuhan akan memberi penghargaan yang terbaik untukmu. amin,
selamat berjuang kawan, akupun disini berjuang seperti kamu, sebagai perantau hidup adalah perjuangan, insya Allah masa Tua nanti akan terasa indah pada akhirnya.
Ratman

Ratman_88 mengatakan...

Raf siapasih Tokoh di dalam cerita kamu " Berjuang di Jalanan"

Ratman

Raf mengatakan...

Jalanan memang kadang memberikan banyak pelajaran hidup dan daya tahan

Dan setiap kemenangan selalu di temani air mata bahkan darah

wassalam ,
Raf

NB,
utk Mas Ratman, penulis artikelnya itu Mas Jumar, disini Raf hanya komentator jadi siapa tokoh ceritanya saya pribadi kurang paham , namun begitu dilihat dari jalan ceritanya tokoh tsb sangatlah orang yang hebat menurutku dan patut diteladani..

suparno jumar mengatakan...

Untuk Mas Ratman, betul Mas kebaikan di mata kita belum tentu di mata orang lain (aparat)

Terima kasih dukungannya.

Untuk Mas Raf, jalan yang telah kulalui banyak sekali memberikan pelajaran yang berharga.

Pengorbanan akan selalu ada. Do'a ku semoga kita semua di berikan kekuatan dari Nya.

Kesabaran laksana lautan yang tiada bertepi. Mudah-mudahan kita semua juga di beri kesabaran itu. Amien.

Salam dari Kota Hujan.

Dee mengatakan...

salut atas perjuangannya,dulu perjuangan saya dimulai juga dikota bogor,tepatnya di kebon pedes(Bondes) dekat warung jambu juga,penuh liku dan onak,wis pokoke nelongso dan skrg di cibubur alhamdullilah sdh sedikit menikmati hasilnya